ZAMAN dahulu Pada tahun 668 SM., dimana ditemukannya bentuk-bentuk tulisan, maka telah mulai dikenal juga perpustakaan. Perpustakaan pada mulanya didirikan di biara-biara dan candi-candi karena sebagian besar tulisan-tulisan itu berisi informasi tentang agama dan persembahyangan. Di Eropa, gagasan mendirikan perpustakaan telah dirintis oleh bangsa Sumeria. Karya orang Sumeria tidak hanya terdiri dalam hal-hal keagamaan saja, tetapi juga menghasilkan karya sosial, politik, filsafat dan kesusastraan. Bahan yang mereka gunakan untuk menulis adalah lempengan tanah liat (clay tablet). Hasil karya bangsa Sumeria ini dikumpulkan dan dilestarikan pada satu tempat yang kemudian disebut perpustakaan.
Pada zaman Yunani kuno orang sudah mulai mengenal alphabet. Demikianlah perkembangan perpustakaan sejalan dengan perkembangan tulisan, dan kebutuhan akan informasi. Dari masa ke masa semakin dirasakan manfaat kehadiran perpustakaan di tengah-tengah masyarakat. Dalam penyelenggaraan perpustakaan mengalami kemajuan sesuai dengan kemajuan teknologi masa ini.
Pada kesempatan ini kita akan membicarakan tentang perpustakaan di tanah air. Perkembangan perpustakaan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga masa, yaitu :
a. Masa sebelum penjajahan Belanda
b. Masa penjajahan Belanda
c. Masa kemerdekaan
a. Masa Sebelum Penjajahan Belanda
Pada masa sebelum penjajahan Belanda dan bangsa Barat lainnya, di Indonesia telah dikenal kerajaan-kerajaan besar seperti kerajaan Majapahit di Jawa Tengah, kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan. Kekuasaan dan kejayaan negara-negara tersebut terkenal sampai ke beberapa negara.
Raja-raja yang memerintah pada masa itu, mempunyai perhatian yang cukup besar terhadap kesusastraan dan filsafat serta kebudayaan. Pada masa itu banyak pujangga terkenal yang telah menulis buku. Seperti pada masa kejayaan kerajaan Majapahit pujangga yang terkenal ialah Mpu Prapanca yang telah menulis sebuah buku yang terkenal yaitu Negara Kertagama, dan Mpu Tantular yang menulis buku cerita yang sangat terkenal yaitu Arjuna Wijaya dan Sutasoma.
Karya tulis dan naskah-naskah karangan pujangga kerajaan tersebut disimpan di dalam perpustakaan-perpustakaan kerajaan. Walaupun pada masa itu perpustakaan-perpustakaan hanya didirikan di dalam lingkungan kerajaan dan koleksinya juga hanya boleh dibaca oleh kalangan tertentu saja, Peninggalan-peninggalan lama ini sekarang dapat dilihat di Museum Nasional.
b. Masa Penjajahan Belanda
Masa penjajahan Belanda, perpustakaan-perpustakaan didirikan di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga lain. Tetapi koleksi-koleksi perpustakaan yang didirikan penjajah Belanda ini terbatas, dengan koleksi yang akan menguntungkan bangsa Belanda. Bangsa Belanda mengawasi dengan ketat buku-buku yang akan dijadikan koleksi perpustakaan. Hal ini disebabkan bangsa Belanda menyadari akan pengaruh yang sangat besar dari membaca buku.
Buku dapat mempengaruhi pikiran dan jiwa pembacanya. Buku-buku yang baik dan bermutu akan memberikan manfaat yang positif bagi yang membacanya. Misalnya buku-buku ilmiah akan dapat meningkatkan pengetahuan, meluaskan cara berpikirnya dan dapat juga meningkatkan taraf hidupnya. Sebaliknya buku-buku yang tidak baik, dapat merusak pembacanya, misalnya buku-buku porno dapat merusak generasi muda menjadi generasi yang bermental bobrok.
Menyadari hal ini pemerintah Belanda menghindari koleksi perpustakaannya dengan buku-buku yang dapat membangkitkan perjuangan dan nasionalisme dikalangan masyarakat Indonesia, dan ini sangat berbahaya bagi pemerintah Belanda. Koleksi perpustakaan pada masa ini kebanyakan cerita-cerita dongeng yang membuat rakyat Indonesia tidak akan teringat untuk bangkit berjuang menuntut kemerdekaannya.
c. Perpustakaan Masa Kemerdekaan
Pada masa-masa awal kemerdekaan Indonesia, pembinaan dan pengembangan perpustakaan belum begitu mendapat perhatian karena pemerintah pada masa itu masih memusatkan perhatiannya kepada penataan pemerintahan. Setelah pemerintahan berjalan dengan teratur, maka dirasakan perlunya pendirian perpustakaan sebagai salah satu sarana dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sesuai dengan isi Pembukaan UUD ’45 alinea ke 4 : “…untuk mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Usaha yang pertama dilakukan adalah bagaimana cara untuk memberantas buta huruf pada masyarakat pemerintah menyadari bahwa untuk tercapainya tujuan di atas, masyarakat perlu membaca. Dalam usaha memupuk kegemaran membaca, maka pemerintah berusaha menyediakan bahan-bahan bacaan yaitu dengan mendirikan perpustakaan-perpustakaan.
Pemerintah mendirikan perpustakaan-perpustakaan rakyat dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan diserahkan kepada Pendidikan Masyarakat. Perpustakaan Rakyat, yang dinamakan TPR, dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu :
a. Perpustakaan Tingkat A, didirikan di kecamatan dan diperuntukkan untuk masyarakat yang tingkat pendidikannya rata-rata tingkat Sekolah Dasar.
b. Perpustakaan rakyat tingkat B, didirikan di Ibukota Kabupaten.
c. Perpustakaan Rakyat Tingkat C, didirikan di Ibukota Propinsi.
Perpustakaan-perpustakaan rakyat tersebut sebenarnya adalah perpustakaan umum. Tetapi perpustakaan ini kurang berhasil seperti yang diharapkan. Sehingga namanya kemudian hilang. Tetapi ini bukan berarti bahwa perkembangan perpustakaan umum juga berhenti. Perpustakaan umum terus perkembang walaupun agak lambat. Pemerintahan masih memperhatikan perkembangan perpustakaan umum Daerah Tingkat II, hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0103/0/1981 tanggal 11 Maret 1981 yang isinya mengenai ketentuan sistem perpustakaan secara nasional.
Di ibukota daerah tingkat I dibina dan di kembangkan Perpustakaan Wilayah Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Kebijaksaan pembinaan Perpustakaan Nasional diserahkan kepada Pusat Pembinaan Perpustakaan Departemen pendidikan dan kebudayaan Jakarta.
Pembinaan dan pengembangan Perpustakaan Daerah Tingkat II, Tingkat kecamatan dan tingkat desa didasarkan kerjasama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan cq. Pusat Pembinaan Perpustakaan dengan Departemen dalam negeri. Sedangkan didaerah Propinsi, Perpustakaan wilayah sebagai unit pelaksana teknis (UPT) dari pusat pembinaan perpustakaan, berfungsi untuk membantu pembinaan dan pengembangan segala jenis perpustakaan di daerah.
Perpustakaan di indonesia terus berkembang berkat dukungan dan perhatian yang cukup besar dari pemerintah dan juga berkat usaha pihak perpustakaan sendiri yang tidak pernah berhenti untuk berusaha mencapai tujuannya.