Ini Tatacara Pengolahan Bahan Pustaka Sebelum disajikan pada Pengguna Perpustakaan

Bahan pustaka sebelum disajikan dirak perpustakaan wajib diolah dengan tatacara dan panduan yang sesuai dengan ilmu kepustakaan agar proses temu kembali informasi nantinya berjalan lancar dan terwujud tertib administrasi yang baik. Dalam pelaksanaannya, proses pengolahan bahan pustaka ini dapat berbeda-beda urutan kegiatan atau alur prosesnya antara perpustakaan satu dengan yang lainnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan budaya kerja, sumber daya manusia, dan sarana prasarana dalam proses pengolahan. Namun demikian, ada empat kegiatan pokok dalam pengolahan bahan pustaka yaitu:

  1. Inventarisasi
  2. Klasifikasi
  3. Katalogisasi
  4. Shelving.

1. Inventarisasi

Inventarisasi merupakan kegiatan pencatatan bahan pustaka yang telah diputuskan menjadi milik perpustakaan. Pencatatan ini penting agar pengelola perpustakaan maupun orang yang berkepentingan dengan perpustakaan mengetahui jumlah koleksi yang dimiliki, rekam jejak dari pengadaan koleksi tersebut, dan agar tertib administrasi. Beberapa kegiatan atau pekerjaan dalam inventarisasi adalah sebagai berikut:

  1. Pemeriksaan. Pemeriksaan bahan pustaka dapat dimulai dari memeriksa kondisi bentuk fisiknya apakah baik atau cacat, kesesuaian antara jumlah judul dan eksemplar yang dipesan dengan yang diterima, serta kelengkapan isinya apakah ada halaman yang kosong dan apakah kualitas pencetakannya sudah sesuai.
  2. Pengelompokkan. Pengelompokkan dilakukan dengan mengelompokkan bahan pustaka yang telah diperiksa tadi ke dalam bidang-bidang umum, misalnya dikelompokkan berdasarkan judul. Hal ini bertujuan agar memudahkan pekerjaan selanjutnya, seperti penelusuran sementara ataupun pengontrolan.
  3. Pengecapan. Pengecapan stempel kepemilikan dan stempel inventaris dilakukan atas bahan pustaka yang dikelompokkan tadi, pada halaman atau bagian tertentu dari bahan pustaka tersebut. Pada umumnya, minimal tiga cap kepemilikan dibubuhkan pada setiap bahan pustaka. Misalnya pada halaman judul, halaman tertentu di tengah-tengah (contohnya dicap di halaman 10 atau 30 pada bahan pustaka), dan halaman terakhir. Sedangkan, satu cap inventaris dibubuhkan pada setiap halaman judul.
  4. Pencatatan. Semua bahan pustaka yang masuk ke perpustakaan atau yang telah diputuskan menjadi milik perpustakaan harus dicatat pada buku, baik itu buku induk atau langsung dicatat di komputer. Pencatatan ini dapat dipisahkan menurut jenis bahan informasinya. Sebagai contoh, inventaris buku paket, buku fiksi/non fiksi, majalah, CD, referensi, jurnal, peta/atlas, dan sebagainya. Informasi-informasi pada bahan pustaka yang harus dicatat pada buku induk atau komputer minimal terdiri dari nomor urut, tanggal pencatatan, nomor inventaris, asal bahan pustaka, pengarang, judul, impresum, dan keterangan tambahan.

2. Klasifikasi
Klasifikasi adalah penggolongan atau pengelompokkan buku berdasarkan subyek atau isi bahan pustaka yang bersangkutan. Dengan dasar ini maka bahan pustaka yang subyeknya sama akan berdekatan atau berada pada rak yang sama apapun bentuk bahan pustaka tersebut (Yusuf dan Suhendra, 2005:40). Dengan demikian, klasifikasi ini berguna untuk mempermudah pengguna maupun pustakawan dalam penelusuran informasi atau pencarian bahan pustaka di rak.

Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan di perpustakaan adalah sistem klasifikasi persepuluhan DDC (Dewey Decimal Classification). Sistem ini mengelompokkan bahan pustaka berdasarkan subyek dengan notasi angka persepuluhan. Pengelompokkan pertama disebut kelas utama dengan 10 kelompok (000-900). Kemudian, masing-masing kelompok pada kelas utama ini dibagi lagi menjadi subyek yang lebih kecil yang disebut divisi (000-990). Dari subyek yang kecil ini, dibagi lagi menjadi subyek yang lebih kecil yang disebut subdivisi (000-999). Subdivisi ini dapat dibagi lagi menjadi pembagian yang lebih rinci yang disebut bagan lengkap.

3. Katalogisasi
Katalogisasi adalah proses pembuatan daftar pustaka (buku, majalah, CD, film mikro dan sebagainya) milik suatu perpustakaan. Daftar ini berfungsi untuk mencatat koleksi yang dimiliki, membantu proses temu kembali, dan mengembangkan standar-standar bibliografi internasional (Lasa Hs, 2007:129). Bentuk daftar pustaka ini bermacam-macam, seperti katalog cetakan, katalog berkas, katalog kartu, maupun katalog elektronik yang lazim disebut sebagai OPAC (Online Public Acces Catalog). Masing-masing bentuk katalog ini memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan untuk efisiensi efektivitas proses temu kembali, sebaiknya bentuk katalog pada perpustakaan sekolah menggunakan katalog elektronik (OPAC). Perangkat lunak untuk katalogisasi dalam bentuk elektronik bermacam-macam dan tiap perangkat lunak memiliki kelebihan dan kekurangannya. Sesuai dengan kemampuan perpustakaan pada umumnya, disarankan menggunakan perangkat lunak WINISIS yang dikembangkan oleh UNESCO atau perangkat lunak SLiMS yang dikembangkan oleh Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Kelebihan kedua perangkat lunak tersebut antara lain adalah tersedia secara gratis di internet dan tidak membutuhkan spesifikasi komputer yang berat/canggih. Selain itu, kedua perangkat lunak tersebut terbukti reliabel telah digunakan oleh banyak perpustakaan-perpustakaan di Indonesia.

4. Shelving
Shelving adalah kegiatan penjajaran koleksi ke dalam rak/tempat koleksi berdasarkan sistem tertentu. Kegiatan ini merupakan langkah terakhir dari proses pengolahan bahan pustaka. Tujuannya agar koleksi dapat ditemukan dengan mudah dan dapat dikenali oleh pengguna atau pustakawan.

Sistem penjajaran koleksi ke dalam rak ada dua macam:
1. Berdasarkan jenis, yaitu disusun berdasarkan jenis koleksi dalam bidang apapun dijadikan satu         susunan. Sistem ini cocok untuk penjajaran koleksi referensi.
2. Berdasarkan sandi pustaka atau call number, yaitu disusun berdasarkan urutan nomor kelas sesuai dengan tata susunan koleksi. Sistem ini cocok untuk penjajaran koleksi buku teks.

Dalam penjajaran buku ini perlu diperhatikan hal-hal berikut: (1) rak tidak diisi penuh untuk memudahkan penambahan dan pergeseran, (2) digunakan standar buku, (3) buku tidak disusun berlapis atau ditumpuk, (4) rak hendaknya mudah dipindahkan, (5) dan desain rak hendaknya disesuaikan agar sirkulasi udara baik (Lasa Hs, 2007:156).

Resensi Buku Karya Cipta Dosen Kebidanan Malahayati

1. Identitas Buku

 

Judul              : Asuhan Kebidanan Kehamilan

Penyusun      : Dainty Maternity, S. ST., M. Keb. Ratna Dewi Putri, S. ST. Yuli Yantina, M. Kes.

Penerbit        : Binarupa Aksara Publisher

Halaman       : x + 120 Halaman

Cetakan         : ke-1, Mei 2014

ISBN               : 978-602-302-311-0

 

2. Pratinjau

Buku ini dapat dikatakan buku yang luar biasa hasil karya beberapa orang penyusun yang berprofesi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta terkemuka di indonesia. Hal yang luar biasa bisa kita lihat dari penulisan alur materi bahasan keilmuannya dan juga susunan bahasa yang ditulis dengan sangat baik. Gaya bahasa ini mampu dikemas sangat baik dari awal hingga akhir materinya. Jika ditinjau dari unsur intrinsiknya bisa dibilang buku ini tanpa celah. Di setiap pembahasan dalam buku ini penyusun dapat mendeskripsikan dengan sangat kuat dan tepat pada setiap konsep saint yang ada. Bahasa yang digunakan dalam buku ini pun sangat mudah dimengerti dan dipahami, diracik dengan ragam kekayaan bahasa dan ilustrasi yang sangat luas. Buku ini menunjukkan kekayaan pembahasan keilmuan tentang ilmu kebidanan dan kehamilan. Dimulai dari suatu konsep dasar, istilah- istilah yang saintifik, teoritis, perumusan tertera dihalaman buku ini. Mulanya, buku asuhan kebidanan dan kehamilan ini merupakan bentuk dari paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu para peserta didik dalam mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan, serta disusun sebagai bagian upaya mewujudkan pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan harapan dapat membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dibidang ilmu kebidanan dan kehamilan.

 

3. Kelebihan dan Kelemahan

1) Kelebihan
Kelebihan dari buku ini bisa dilihat dari segi tata bahasa dan kekuatan alur yang mengajak pembaca masuk dalam setiap kajian pada setiap materi hingga dapat merasakan akan luasnya pengetahuan disetiap halaman yang terdeskripsikan secara sempurna. Hal ini tak lepas dari hasil pemikiran penyusun dalam memberikan teori dan perumusan yang dituangkan dengan bahasa intelektual dan perhitungan yang tepat.

2) Kelemahan
Pada dasarnya buku ini hampir tidak punya kelemahan. Hal ini disebabkan karena penyusun dengan cerdas dan rapih menggambarkan urutan alur, deskripsi, dan eksplorasi akan materi yang dibahas. Baik jika ditinjau dari segi kebahasaan hingga teori dan perumusan yang dirasakan pembaca pada semua materi yang disajikan, buku ini dinilai cukup untuk memperbaharui dan menambah wawasan pengetahuan pembaca yang kurang akan kajian buku yang bermutu.

 

4. Nilai Buku

• Nilai Saint
Nilai keilmuan atau saint yang terdapat pada buku ini terasa sangat kental. Karakter yang ditunjukkan tiap materi yang disuguhkan menunjukkan teori dan rumus statistik yang tepat dalam disiplin ilmu, khususnya dibidang kebidanan dan kehamilan.

• Nilai Sosial
Nilai sosial dalam buku ini sangat terlihat. Hal itu dapat kita pahami dalam usaha penyusun menyelesaikan penulisan buku ini dengan maksud membantu mewujudkan pembelajaran berbasis keahlian atau kompetensi peserta didik untuk mencapai tujuan dibidang ilmu pengetahuan kebidanan dan kehamilan pada khususnya.

Konsep Dasar Perpustakaan? Apakah itu?

DEWASA ini, perpustakaan telah banyak dikenal oleh kalangan masyarakat dari pada masa-masa sebelumnya. Tempo dulu, sebagian besar masyarakat berasumsi bahwa perpustakaan hanyalah tempat yang digunakan untuk gudang buku. Masyarakat kurang mengetahui manfaat yang dapat diperoleh dari perpustakaan.

Perpustakaan kini lebih dikenal oleh masyarakat, berkat bantuan dari program pemerintah yaitu dengan cara mendirikan perpustakaan-perpustakaan sampai kepelosok pedesaan. Dan tidak terlepas juga dari usaha dan daya upaya para pustakawan yang dengan berbagai cara menperkenalkan kepada masyarakat tentang mamfaat adanya suatu perpustakaan.

Terkait pembahasan diatas. Mari kita selami dulu Ilmu tentang perpustakaan agar kita senantiasa dapat lebih memahami pengetahuan asal mula suatu perpustakaan.

Sesuai dengan judul pembahasan kita saat ini yaitu “fundamental perpustakaan” maka yang akan kita kupas hanyalah sekedar pengantar dari sepenggal ilmu terkait perpustakaan.

Dalam bahasa indonesia, istilah “perpustakaan” dibentuk dari kata dasar “pustaka” dengan ditambah awalan “per” dan akhiran “an”. Dalam bahasa asing, ada beberapa istilah yang artinya sama dengan perpustakaan antara lain:
– Library ( bahasa Inggris)
– Bibliotheek (bahasa Belanda)
– Bibliothek ( bahasa Perancis)
– Biblioteca (bahasa Italia)

Semua istilah ini mempunyai kata dasar yang berarti “buku”. “Pustaka” dalam bahasa Sanskerta, “liber” dari bahasa latin, dan “biblion” dari bahasa Yunani, semuanya berarti buku.

Pengertian perpustakaan dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang penerangan, penelitian, perencanaan, pendidikan, koleksi, gedung dan sebagainya. Penglihatan dari berbagai sudut pandang ini tentu saja menciptakan pengertian perpustakaan yang berbeda-beda. Hal ini dapat kita lihat dari karya tulis dan pendapat yang diungkapkan oleh beberapa seorang ahli kepustakaan yaitu;
1. Encyclopaedia Britanica (1968:1031) menyatakan pengertian perpustakaan sebagai berikut:
“A Library ( from Lat. Liber, “book”) is a collection of written, printed or other graphic material ( incliding film, slide, phonograph record and tapes) organized for use.”
Artinya: perpustakaan ( dari bahasa Latin liber., “buku”) adalah suatu himpunan bahan-bahan tertulis, tercetak ataupun grafis lainnya (termaksud film, slide, rekaman-rekaman fonografis dan tape-tape) yang diatur untuk digunakan.

2. Menurut Hornby, A.S. (1968:562) pengertian perpustakaan adalah: “Library : room or building for a collection of books kept there for reading : the books in such a room or building”.
Artinya: Perpustakaan : ruangan atau gedung untuk suatu koleksi buku yang disimpan disitu untuk bacaan; buku didalam ruangan atau gedung.

Standing disebut diatas hanya memberi penjelasan mengenai perpustakaan dari suatu sudut pandang saja yaitu, dari sudut pandang gedung ataupun koleksinya.

Selain itu ada pendapat lain yang diutarakan menurut M. Sabirin Nasution. Perpustakaan adalah suatu unit kerja yang bertugas mengumpulkan, menyimpan, memelihara dan mengelola pemanfaatan bahan pustaka, dengan mempergunakaan sistem tertentu untuk tujuan bacaan ataupun penelitian.
Dari pengertian ini terlihat perbedaan perpustakaan dengan toko buku. Perpustakaan lebih berfungsi sosial dalam memberikan sumber informasi dengan cara yang mudah dan murah kepada masyarakat pengguna perpustakaan dengan tujuan mencerdaskan kehidupan masyarakat secara luas. Sedangkan toko buku lebih mengedepankan dalam segi ekonomisnya.

Berdasarkan pemahaman di atas dapat disimpulkan maksud dari perpustakaan adalah; suatu gedung dimana terdapat suatu unit kerja yang bertugas mengumpulkan, menyimpan, memelihara dan mengelola pemanfaatan bahan pustaka, dengan mempergunakan sistem tertentu untuk dipergunakan oleh pemakai perpustakaan sesuai dengan kebutuhan. Dan terlihat dengan jelas bahwa tugas perpustakaan tidaklah ringan. Dalam pelaksanaan tugasnya, mengumpulkan bahan pustaka saja merupakan tugas yang cukup berat, sebab tidak semua penerbit bersedia mengirimkan bahan pustaka yang diterbitkannya ke perpustakaan. Hal ini akan lebih terasa berat apabila pengguna perpustakaan membutuhkan bahan pustaka untuk literartur pendidikan dan penelitian.

Dalam perpustakaan terdapat perpaduan 7 unsur pokok yaitu:
– Unsur tujuan
– Unsur koleksi bahan pustaka
– Unsur gedung/ruang dan perlengkapan
– Unsur isi
– Unsur tenaga tertentu
– Unsur organisasi dan tata kerja
– Unsur masyarakat pemakai

Unsur tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh perpustakaan. Perpustakaan harus beraktifitas, bergiat dan berproses untuk dapat tercapainya tujuan tersebut. tujuan perpustakaan berorientasi kepada kepentingan pemakai, bangsa dan negara.

Unsur koleksi bahan pustaka : koleksi perpustakaan adalah berupa informasi, pengetahuan, fakta, ide, dan sebagainnya, baik yang tercetak ataupun terekam. Informasi tersebut dapat berbentuk buku, majalah, brosur, surat kabar, piringan hitam, slide, film, kaset, foto dan sebagainya yang tercakup dalam istilah bahan pustaka.

Unsur gedung/ruangan dan perlengkapan : gedung perpustakaan hendaknya mempunyai bentuk khusus yang membedakannya dengan gedung-gedung yang lain. Begitu juga dengan ruangan-ruangan yang terdapat di dalamnya, garuslah disesuaikan dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh perpustakaan yaitu kegiatan pengadaan, pengolahan, pemiliharaan, pelayanan dan sebagainya. Perlengkapan perpustakaan disesuaikan juga, misalnya bentuk meja sirkulasi, rak-rak buku, rak majalah, meja/kursi untuk pemakai perpustakaan yang ingin belajar sendiri dan lain sebagainya.

Unsur sistem tertentu : sistem adalah tehnik, metode atau cara. Prasarana, sarana dan kegiatan perpustakaan semua ditata, dikelola dan dilaksnakan dengan sistem tertentu. Sistem ini yang antara lain membedakan perpustakaan dengan toko buku dan lain-lain. Sistem tertentu pada perpustakaan misalnya sistem katalogisasi, sistem klassifikasi, tajuk subjek, filing dan sebagainya.

Unsur organisasi dan tata kerja : perpustakaan mempunyai wadah, pembagian tugas dan sumber daya. Suatu perpustakaan merupakan suatu unit kerja atau suatu satuan organisasi yang mempunyai tugas sesuai dengan fungsi dan tujuan perpustakaan.

Unsur tenaga : perpustakaan haruslah dikelola oleh tenaga yang berpendidikan dan berketerampilan perpustakaan. Disamping mempuyai pengetahuan dan keterampilan perpustakaan, seorang tenaga perpustakaan juga harus mempunyai jiwa mengabdi untuk kepentingan masyarakat yang dilayaninya : berusaha untuk meningkatkanminat baca masyarakat, rajin, tekun, teliti, dan selalu siap sedia untuk memberikan bimbingan dan pengarahan tentang cara penggunaan perpustakaan, sehingga masyarakat akan tertarik untuk berkunjung ke perpustakaan dan menjamin bahan pustaka yang tersedia.

Unsur masyarakat yang dilayani : masyarakat ini berada diluar bentuk fisik perpustakaan, namun perpustakaan dibentuk dan diselenggarakan terutama untuk kepentingan masyarakat. Oleh kerena itu perpustakaan tanpa masyarakat yang dilayani, tidak akan ada manfaatnya. Masyarakat adalah suatu unsur terutama dalam penyelenggaraan perpustakaan.

Ketujuh unsur yang tersebut diatas terpadu dalam satu kesatuan yang disebut perpustakaan. Masing-masing unsur saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Sesuai dengan tujuan dan pengartian perpustakaan yang telah disebutkan diatas, maka akan dapat kita ketahui bahwa dari ketujuh unsur yang tersebut diatas yang paling utama adalah unsur bahan pustaka dan unsur masyarakat pengguna

Perpustakaan Malahayati Jalani Akreditasi Oleh Tim Perpustakaan Nasional

Perpustakaan Universitas Malahayati jalani penilaian oleh tim akreditasi perpustakaan nasional, Selasa 06 Oktober 2015. Tim akreditasi dari Jakarta sengaja datang untuk meninjau pelayanan, sarana-prasarana, koleksi buku dan sumber daya manusia (pustakawan) yang ada di Malahayati. Peninjauan ini adalah rangkaian dari penilaian 10 perpustakaan yang ada di Lampung.

“Sepuluh perpustakaaan itu ditinjau karena rekomendasi dari badan perpustakaan provinsi, ” kata Nia, salah seorang tim penilai.

Tim berkeliling ke seluruh area perpustakaan yang luasnya hampir satu hektar. Mereka melihat ruang baca yang berupa rumah adat dari 33 provinsi. Selain itu tim juga meninjau langsung ruang baca yang diadopsi langsung dari Erasmus University, Belanda. Tanya jawab mengenai instrumen perpustakaan juga menjadi aspek penting penilaian.

Tim penilai mengatakan, Universitas Malahayati sudah cukup maksimal dari segala aspek yang dibutuhkan sebuah perpustakaan Perguruan Tinggi. Hanya tinggal menunggu hasil rapat penilaian akreditasi di pusat.

“Layoutnya bagus, penataan, kenyamanan, keamanan sudah cukup maksimal. Segala aspek mengenai instrumen perpustakaan juga sudah cukup maksimal. Namun, alangkah baiknya jika perpustakaan ini di gedung tersendiri. Mengingat luas Malahayati yang lebih dari 84 hektar,” ujar Nia.

Perpustakaan yang digunakan sejak 2012, ini memang terus berbenah baik dari segi manajemen dan fasilitas. Salah satunya dengan membuat perpustakaan terintegrasi dengan laboratorium, ruang teleconference, dan asrama.[]

Ini Tips yang Harus Diketahui Saat Berkunjung ke Perpustakaan

MAHASISWA terkadang suka bingung harus melakukan apa saat di perpustakaan. Terlebih saat mencari buku referensi yang dibutuhkan. Mereka kebingungan bagaikan berada di supermarket besar namun tak tahu harus mencari kemana bahan makanan yang dibutuhkan.

Nah, berikut adalah tips saat berada di perpustakaan agar merasa lebih nyaman, betah dan maksimal dalam memanfaatkan fasilitas yang ada:

  1. Agar efektif, segera menuju komputer atau buku katalog untuk melihat ketersediaan buku maupun referensi yang diinginkan.
  2. Gunakan kata kunci dari judul referensi yang anda inginkan, atau cantumkan pencarian berdasarkan nama pengarang. Pastikan anda sudah mengetahui referensi subject apa yang anda butuhkan.
  3. Pilihlah posisi yang paling nyaman, yang paling pas pencahayaan, jangan menghadap ke tempat yang silau karena bisa mengurangi konsentrasi anda, dan jangan juga duduk di tempat yang gelap, karena nanti mata anda sakit. Duduklah pula di tempat yang tidak berhadap atau langsung dibawah AC, supaya tidak masuk angin.
  4. Kalau anda ingin menggunakan laptop, carilah tempat duduk yang dekat dengan stop kontak, untuk menghindari habisnya batery laptop anda. Manfaatkan Wifi gratis kalau ada, mintalah address berikut passwordnya pada petugas perpustakaan.
  5. Jika anda sendiri dan ingin belajar menjelang ujian, pilihlah meja yang sendiri-sendiri dan berbilik (kalau ada), hindari duduk di meja besar dengan banyak kursi & orang yang tidak dikenal, karena bisa mengganggu konsentrasi anda.
  6.  Apabila anda berdua atau berkelompok, janganlah berdiskusi sampai berisik menganggu pengunjung lain.
  7.  Letakan buku, majalah atau referensi di meja anda atau meja khusus untuk menaruh buku bacaan setelah dibaca. Taruh atau tumpuk yang rapih.
  8. Kalau anda ingin meminjam referensi untuk dibawa pulang, daftarkanlah dulu, dan kembalikanlah tepat waktu untuk menghindari bayar denda.
  9. Jangan lupa kembalikan ID khusus di tempat pendaftaran & penitipan.

History Asal Mula Buku dan Perkembangannya

MASIH terkait dari materi sebelumnya, yaitu tentang fundamental perpustakaan. Pada pembahasan kali ini, saya akan mencoba mengupas tentang histori atau sejarah asal mula buku dan perkembangannya.

Sebelum ditemukannya tulisan dan bentuk buku seperti saat ini, pada masa lalu telah dikenal bentuk tulisan dan beberapa jenis buku kuno, misalnya sebagai berikut;
 Clay tablet, ditemukan oleh bangsa Sumeria. Clay tablet terbuat dari tanah liat yang memiliki bentuk segi empat dan kemudian ditulis dengan Stylus (sejenis rumput). Setelah Clay tablet ditulis, kemudian dikeringkan dengan panas matahari atau dengan cara dibakar. Tulisan ini disebut Cunieform Characters atau Cunieform writing system (sistem tulisan paku). Tulisan ini berbentuk lambang-lambang untuk menggambarkan suatu banda.
 Buku terbuat dari papirus yang tergolongan tumbuhan rawa, yang tumbuh subur di Seedge family. Cara membuat jenis buku ini dengan cara membelah tipis-tipis pohon papirus kemudian direndam dan diawetkan. Bentuk buku ini dapat dijumpai di Mesir, tulisan yang dipakai dikenal dengan nama tulisan paku. Setelah menemukan tulisan, bangsa Mesir Kuno dapat dimungkinkan dapat mengabadikan hasil budayanya di atas buku tersebut.
 Buku pada zaman dulu yang berada dinegeri China, terbuat dari kulit pohon atau kayu yang diikat dengan benang. Akan tetapi karena iklim yang lembab dan menjadi penyebab buku ini tidak sekuat buku-buku yang terbuat dari bahan lain.
 Buku yang terdapat di Asia Tenggara yang terbuat dari pohon disebut Codez. Cara pembuatan buku ini dengan mengupas pohon, kemudian ditambahkan dengan menggunakan engsel-engsel, setelah itu diberikan lilin sehingga bentuknya seperti accordion atau harmonika tangan.
 Yang terakhir Vellum dan Parchmen, yaitu buku dengan bahan dari kulit binatang. Cara membuatnya dengan menggunakan kulit domba atau lembu yang telah dihilangkan bulunya, dan kemudian dikeringakan.

Tulisan semakin berkembang dan terus mengalami penyempurnaan. Bangsa Funisia yang pertama kali mengembangkan bentuk tulisan sehingga mirip dengan abjad seperti yang kita gunakan sekarang ini. Bangsa Funisia mengembangkan tulisan dari bentuk tulisan Mesir Kuno dan tulisan bangsa Sumeria. Bentuk tulisan yang semula merupakan gambar dari suatu objek yang dinamakan Piktogram (aksara berupa gambar untuk mengungkapkan amanat tertentu), lalu disempurnakan sehingga menjadi abjad yang jumlahnya 22 huruf.

Abjad bangsa funisia terus dikembangkan oleh bangsa Yunani, sehingga terciptalah huruf seperti yang kita gunakan pada saat ini yang bernama Huruf Latin.

Seiring dengan perkembangan tulisan, bahan yang digunakan untuk menulis juga mengalami perkembangan. Ada bahan yang dibuat dengan menggunakan tanah liat, papirus, kulit, sampai menggunakan kertas seperti sekarang ini. Kertas pertama kali ditemukan oleh Bangsa China. Sekitar abad ke 14 sejalan ditemukannya mesin cetak, pembuatan buku juga semakin bertambah baik. Mesin cetakpun terus berkembang hingga saat ini, sehingga dapat menghasilkan buku-buku yang baik pula kualitasnya.

Saat ini kita telah mengenal beberapa bentuk tulisan yang terdapat pada prasasti-prasasti peninggalan zaman dulu. Prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam bentuk tulisan yang dipakai di daerah tersebut pada masa itu, seperti tulisan Jawa Kuno, tulisan Batak dan lain sebagainya. Masuknya ajaran agama Islam ke Indonesia, tulisan arab turut mengiringinya. Sehingga pada saat ini kita pun dapat mengenalnya.

Mengenal Sejarah Perpustakaan

ZAMAN dahulu Pada tahun 668 SM., dimana ditemukannya bentuk-bentuk tulisan, maka telah mulai dikenal juga perpustakaan. Perpustakaan pada mulanya didirikan di biara-biara dan candi-candi karena sebagian besar tulisan-tulisan itu berisi informasi tentang agama dan persembahyangan. Di Eropa, gagasan mendirikan perpustakaan telah dirintis oleh bangsa Sumeria. Karya orang Sumeria tidak hanya terdiri dalam hal-hal keagamaan saja, tetapi juga menghasilkan karya sosial, politik, filsafat dan kesusastraan. Bahan yang mereka gunakan untuk menulis adalah lempengan tanah liat (clay tablet). Hasil karya bangsa Sumeria ini dikumpulkan dan dilestarikan pada satu tempat yang kemudian disebut perpustakaan.

Pada zaman Yunani kuno orang sudah mulai mengenal alphabet. Demikianlah perkembangan perpustakaan sejalan dengan perkembangan tulisan, dan kebutuhan akan informasi. Dari masa ke masa semakin dirasakan manfaat kehadiran perpustakaan di tengah-tengah masyarakat. Dalam penyelenggaraan perpustakaan mengalami kemajuan sesuai dengan kemajuan teknologi masa ini.
Pada kesempatan ini kita akan membicarakan tentang perpustakaan di tanah air. Perkembangan perpustakaan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga masa, yaitu :
a. Masa sebelum penjajahan Belanda
b. Masa penjajahan Belanda
c. Masa kemerdekaan

a. Masa Sebelum Penjajahan Belanda
Pada masa sebelum penjajahan Belanda dan bangsa Barat lainnya, di Indonesia telah dikenal kerajaan-kerajaan besar seperti kerajaan Majapahit di Jawa Tengah, kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan. Kekuasaan dan kejayaan negara-negara tersebut terkenal sampai ke beberapa negara.
Raja-raja yang memerintah pada masa itu, mempunyai perhatian yang cukup besar terhadap kesusastraan dan filsafat serta kebudayaan. Pada masa itu banyak pujangga terkenal yang telah menulis buku. Seperti pada masa kejayaan kerajaan Majapahit pujangga yang terkenal ialah Mpu Prapanca yang telah menulis sebuah buku yang terkenal yaitu Negara Kertagama, dan Mpu Tantular yang menulis buku cerita yang sangat terkenal yaitu Arjuna Wijaya dan Sutasoma.
Karya tulis dan naskah-naskah karangan pujangga kerajaan tersebut disimpan di dalam perpustakaan-perpustakaan kerajaan. Walaupun pada masa itu perpustakaan-perpustakaan hanya didirikan di dalam lingkungan kerajaan dan koleksinya juga hanya boleh dibaca oleh kalangan tertentu saja, Peninggalan-peninggalan lama ini sekarang dapat dilihat di Museum Nasional.

b. Masa Penjajahan Belanda
Masa penjajahan Belanda, perpustakaan-perpustakaan didirikan di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga lain. Tetapi koleksi-koleksi perpustakaan yang didirikan penjajah Belanda ini terbatas, dengan koleksi yang akan menguntungkan bangsa Belanda. Bangsa Belanda mengawasi dengan ketat buku-buku yang akan dijadikan koleksi perpustakaan. Hal ini disebabkan bangsa Belanda menyadari akan pengaruh yang sangat besar dari membaca buku.
Buku dapat mempengaruhi pikiran dan jiwa pembacanya. Buku-buku yang baik dan bermutu akan memberikan manfaat yang positif bagi yang membacanya. Misalnya buku-buku ilmiah akan dapat meningkatkan pengetahuan, meluaskan cara berpikirnya dan dapat juga meningkatkan taraf hidupnya. Sebaliknya buku-buku yang tidak baik, dapat merusak pembacanya, misalnya buku-buku porno dapat merusak generasi muda menjadi generasi yang bermental bobrok.
Menyadari hal ini pemerintah Belanda menghindari koleksi perpustakaannya dengan buku-buku yang dapat membangkitkan perjuangan dan nasionalisme dikalangan masyarakat Indonesia, dan ini sangat berbahaya bagi pemerintah Belanda. Koleksi perpustakaan pada masa ini kebanyakan cerita-cerita dongeng yang membuat rakyat Indonesia tidak akan teringat untuk bangkit berjuang menuntut kemerdekaannya.
c. Perpustakaan Masa Kemerdekaan
Pada masa-masa awal kemerdekaan Indonesia, pembinaan dan pengembangan perpustakaan belum begitu mendapat perhatian karena pemerintah pada masa itu masih memusatkan perhatiannya kepada penataan pemerintahan. Setelah pemerintahan berjalan dengan teratur, maka dirasakan perlunya pendirian perpustakaan sebagai salah satu sarana dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sesuai dengan isi Pembukaan UUD ’45 alinea ke 4 : “…untuk mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Usaha yang pertama dilakukan adalah bagaimana cara untuk memberantas buta huruf pada masyarakat pemerintah menyadari bahwa untuk tercapainya tujuan di atas, masyarakat perlu membaca. Dalam usaha memupuk kegemaran membaca, maka pemerintah berusaha menyediakan bahan-bahan bacaan yaitu dengan mendirikan perpustakaan-perpustakaan.
Pemerintah mendirikan perpustakaan-perpustakaan rakyat dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan diserahkan kepada Pendidikan Masyarakat. Perpustakaan Rakyat, yang dinamakan TPR, dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu :
a. Perpustakaan Tingkat A, didirikan di kecamatan dan diperuntukkan untuk masyarakat yang tingkat pendidikannya rata-rata tingkat Sekolah Dasar.
b. Perpustakaan rakyat tingkat B, didirikan di Ibukota Kabupaten.
c. Perpustakaan Rakyat Tingkat C, didirikan di Ibukota Propinsi.

Perpustakaan-perpustakaan rakyat tersebut sebenarnya adalah perpustakaan umum. Tetapi perpustakaan ini kurang berhasil seperti yang diharapkan. Sehingga namanya kemudian hilang. Tetapi ini bukan berarti bahwa perkembangan perpustakaan umum juga berhenti. Perpustakaan umum terus perkembang walaupun agak lambat. Pemerintahan masih memperhatikan perkembangan perpustakaan umum Daerah Tingkat II, hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0103/0/1981 tanggal 11 Maret 1981 yang isinya mengenai ketentuan sistem perpustakaan secara nasional.
Di ibukota daerah tingkat I dibina dan di kembangkan Perpustakaan Wilayah Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Kebijaksaan pembinaan Perpustakaan Nasional diserahkan kepada Pusat Pembinaan Perpustakaan Departemen pendidikan dan kebudayaan Jakarta.
Pembinaan dan pengembangan Perpustakaan Daerah Tingkat II, Tingkat kecamatan dan tingkat desa didasarkan kerjasama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan cq. Pusat Pembinaan Perpustakaan dengan Departemen dalam negeri. Sedangkan didaerah Propinsi, Perpustakaan wilayah sebagai unit pelaksana teknis (UPT) dari pusat pembinaan perpustakaan, berfungsi untuk membantu pembinaan dan pengembangan segala jenis perpustakaan di daerah.
Perpustakaan di indonesia terus berkembang berkat dukungan dan perhatian yang cukup besar dari pemerintah dan juga berkat usaha pihak perpustakaan sendiri yang tidak pernah berhenti untuk berusaha mencapai tujuannya.