Bimbingan Teknis Akreditasi Perpustakaan Perguruan Tinggi di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah II 2024

Perpustakaan, Haruskah Memiliki Tujuan Layanan Sirkulasi?

“SIRKULASI adalah salah satu layanan yang ada dalam sebuah perpustakaan disediakan untuk mengantisipasi pemakai yang menginginkan untuk membaca bahan pustaka yang diminati di rumah karena tidak semua pengguna perpustakaan suka atau memiliki waktu untuk membaca di perpustakaan. Selain untuk memfasilitasi pemakai yang membutuhkan bahan pustaka untuk dibaca di rumah, layanan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kegunaan bahan pustaka secara optimal.

Tujuan layanan sirkulasi adalah:

a. Supaya pemakai dapat memanfaatkan koleksi secara optimal.

b. Anggota yang meminjam koleksi tertentu dan waktu pengembaliannya dapat diketahui. dan      memudahkan penelusuran bahan pustaka tersebut bila dibutuhkan oleh pengguna lainnya.

c. Terjaganya keamanan bahan pustaka. Meski sedang dipinjam, tetapi dapat diketahui siapa yang    meminjam dan kapan batas waktu pengembalian.

d. Mengidentifikasi tingkat penggunaan koleksi yang dimiliki perpustakaan.

Terdapat berbagai macam sistem sirkulasi yang dapat diterapkan di perpustakaan besar maupun kecil. Banyaknya sistem tersebut menunjukan adanya dinamika dan perkembangan sistem sirkulasi itu sendiri. Dari waktu ke waktu sistem sirkulasi diperbaiki untuk menjawab layanan perpustakaan yang lebih efisien dengan tetap memperhatikan aspek tertib administrasi layanan. Adapun beberapa sistem sirkulasi tersebut antara lain sebagai berikut:

1.Sistem buku/ kartu besar

2.Sistem sulih

3.Sistem formulir tak berkarbon/NCR (No Required Carbon)

4.Sistem BIC (Book Issue card)

5.Sistem ’token charging’

6.Sistem Browne

7.Sistem Islington (variasi Browne)

8.Sistem Newark

9.Sistem kartu tebuk

10.Sistem Terkomputerisasi

Untuk memudahkan kegiatan pada bagian sirkulasi, perlu dibuat buku petunjuk sebagai pedoman bagi petugas bagian sirkulasi dan anggota perpustakaan yang hendak meminjam bahan pustaka. Buku petunjuk tersebut hendaknya memuat keterangan-keterangan sbb:

Peraturan penggunaan bahan pustaka
Jenis-jenis bahan pustaka yang boleh dipinjam.
Keterangan mengenai tanda/ kode koleksi.
Jangka waktu peminjaman, besaran denda bila terlambat dalam mengembalikan pengembalian dan sanksi.
Prosedur peminjaman.

Pengolahan Bahan Pustaka: Inventarisasi, Klasifikasi, Katalogisasi, dan Shelving

“Pengolahan bahan pustaka merupakan salah satu inti dari tugas perpustakaan. Bahan pustaka yang masuk ke perpustakaan wajib diolah dengan baik agar proses temu kembali informasi nantinya berjalan lancar dan mewujudkan tertib administrasi. Dalam pelaksanaannya, proses pengolahan bahan pustaka ini dapat berbeda-beda urutan kegiatan atau alur prosesnya antara perpustakaan satu dengan yang lainnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan budaya kerja, sumber daya manusia, dan sarana prasarana dalam proses pengolahan. Namun demikian, ada empat kegiatan pokok dalam pengolahan bahan pustaka yaitu: (1) inventarisasi, (2) klasifikasi, (3) katalogisasi, (4) dan shelving.

Inventarisasi
Inventarisasi merupakan kegiatan pencatatan bahan pustaka yang telah diputuskan menjadi milik perpustakaan. Pencatatan ini penting agar pengelola perpustakaan maupun orang yang berkepentingan dengan perpustakaan mengetahui jumlah koleksi yang dimiliki, rekam jejak dari pengadaan koleksi tersebut, dan agar tertib administrasi. Beberapa kegiatan atau pekerjaan dalam inventarisasi adalah sebagai berikut:
(1) Pemeriksaan. Pemeriksaan bahan pustaka dapat dimulai dari memeriksa kondisi bentuk fisiknya apakah baik atau cacat, kesesuaian antara jumlah judul dan eksemplar yang dipesan dengan yang diterima, serta kelengkapan isinya apakah ada halaman yang kosong dan apakah kualitas pencetakannya sudah sesuai.
(2) Pengelompokkan. Pengelompokkan dilakukan dengan mengelompokkan bahan pustaka yang telah diperiksa tadi ke dalam bidang-bidang umum, misalnya dikelompokkan berdasarkan judul. Hal ini bertujuan agar memudahkan pekerjaan selanjutnya, seperti penelusuran sementara ataupun pengontrolan.
(3) Pengecapan. Pengecapan stempel kepemilikan dan stempel inventaris dilakukan atas bahan pustaka yang dikelompokkan tadi, pada halaman atau bagian tertentu dari bahan pustaka tersebut. Pada umumnya, minimal tiga cap kepemilikan dibubuhkan pada setiap bahan pustaka. Misalnya pada halaman judul, halaman tertentu di tengah-tengah (contohnya dicap di halaman 17 atau 27 pada bahan pustaka), dan halaman terakhir. Sedangkan, satu cap inventaris dibubuhkan pada setiap halaman judul.
(4) Pencatatan. Semua bahan pustaka yang masuk ke perpustakaan atau yang telah diputuskan menjadi milik perpustakaan harus dicatat pada buku, baik itu buku induk atau langsung dicatat di komputer. Pencatatan ini dapat dipisahkan menurut jenis bahan informasinya. Sebagai contoh, inventaris buku paket, buku fiksi/non fiksi, majalah, CD, referensi, jurnal, peta/atlas, dan sebagainya. Informasi-informasi pada bahan pustaka yang harus dicatat pada buku induk atau komputer minimal terdiri dari nomor urut, tanggal pencatatan, nomor inventaris, asal bahan pustaka, pengarang, judul, impresum, dan keterangan tambahan.

Klasifikasi
Klasifikasi adalah penggolongan atau pengelompokkan buku berdasarkan subyek atau isi bahan pustaka yang bersangkutan. Dengan dasar ini maka bahan pustaka yang subyeknya sama akan berdekatan atau berada pada rak yang sama apapun bentuk bahan pustaka tersebut (Yusuf dan Suhendra, 2005:40). Dengan demikian, klasifikasi ini berguna untuk mempermudah pengguna maupun pustakawan dalam penelusuran informasi atau pencarian bahan pustaka di rak.

Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan di perpustakaan sekolah adalah sistem klasifikasi persepuluhan DDC (Dewey Decimal Classification). Sistem ini mengelompokkan bahan pustaka berdasarkan subyek dengan notasi angka persepuluhan. Pengelompokkan pertama disebut kelas utama dengan 10 kelompok (000-900). Kemudian, masing-masing kelompok pada kelas utama ini dibagi lagi menjadi subyek yang lebih kecil yang disebut divisi (000-990). Dari subyek yang kecil ini, dibagi lagi menjadi subyek yang lebih kecil yang disebut subdivisi (000-999). Subdivisi ini dapat dibagi lagi menjadi pembagian yang lebih rinci yang disebut bagan lengkap. Bagi perpustakaan sekolah disarankan cukup menggunakan buku Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey yang disusun oleh Towa Hamakonda dan JNB Tairas sebagai pedoman pengklasifikasian.

Katalogisasi
Katalogisasi adalah proses pembuatan daftar pustaka (buku, majalah, CD, film mikro dan sebagainya) milik suatu perpustakaan. Daftar ini berfungsi untuk mencatat koleksi yang dimiliki, membantu proses temu kembali, dan mengembangkan standar-standar bibliografi internasional (Lasa Hs, 2007:129). Bentuk daftar pustaka ini bermacam-macam, seperti katalog cetakan, katalog berkas, katalog kartu, maupun katalog elektronik yang lazim disebut sebagai OPAC (Online Public Acces Catalog). Masing-masing bentuk katalog ini memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan untuk efisiensi efektivitas proses temu kembali, sebaiknya bentuk katalog pada perpustakaan sekolah menggunakan katalog elektronik (OPAC). Perangkat lunak untuk katalogisasi dalam bentuk elektronik bermacam-macam dan tiap perangkat lunak memiliki kelebihan dan kekurangannya. Sesuai dengan kemampuan perpustakaan sekolah pada umumnya, disarankan menggunakan perangkat lunak WINISIS yang dikembangkan oleh UNESCO atau perangkat lunak SLiMS yang dikembangkan oleh Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Kelebihan kedua perangkat lunak tersebut antara lain adalah tersedia secara gratis di internet dan tidak membutuhkan spesifikasi komputer yang berat/canggih. Selain itu, kedua perangkat lunak tersebut terbukti reliabel telah digunakan oleh banyak perpustakaan-perpustakaan di Indonesia.

Shelving
Shelving adalah kegiatan penjajaran koleksi ke dalam rak/tempat koleksi berdasarkan sistem tertentu. Kegiatan ini merupakan langkah terakhir dari proses pengolahan bahan pustaka. Tujuannya agar koleksi dapat ditemukan dengan mudah dan dapat dikenali oleh pengguna atau pustakawan.

Sistem penjajaran koleksi ke dalam rak ada dua macam:
(1) Berdasarkan jenis, yaitu disusun berdasarkan jenis koleksi dalam bidang apapun dijadikan satu susunan. Sistem ini cocok untuk penjajaran koleksi referensi.
(2) Berdasarkan sandi pustaka atau call number, yaitu disusun berdasarkan urutan nomor kelas sesuai dengan tata susunan koleksi. Sistem ini cocok untuk penjajaran koleksi buku teks.

Dalam penjajaran buku ini perlu diperhatikan hal-hal berikut: (1) rak tidak diisi penuh untuk memudahkan penambahan dan pergeseran, (2) digunakan standar buku, (3) buku tidak disusun berlapis atau ditumpuk, (4) rak hendaknya mudah dipindahkan, (5) dan desain rak hendaknya disesuaikan agar sirkulasi udara baik (Lasa Hs, 2007:156).”

Perpustakaan Malahayati Jalani Akreditasi Oleh Tim Perpustakaan Nasional

Perpustakaan Universitas Malahayati jalani penilaian oleh tim akreditasi perpustakaan nasional, Selasa 06 Oktober 2015. Tim akreditasi dari Jakarta sengaja datang untuk meninjau pelayanan, sarana-prasarana, koleksi buku dan sumber daya manusia (pustakawan) yang ada di Malahayati. Peninjauan ini adalah rangkaian dari penilaian 10 perpustakaan yang ada di Lampung.

“Sepuluh perpustakaaan itu ditinjau karena rekomendasi dari badan perpustakaan provinsi, ” kata Nia, salah seorang tim penilai.

Tim berkeliling ke seluruh area perpustakaan yang luasnya hampir satu hektar. Mereka melihat ruang baca yang berupa rumah adat dari 33 provinsi. Selain itu tim juga meninjau langsung ruang baca yang diadopsi langsung dari Erasmus University, Belanda. Tanya jawab mengenai instrumen perpustakaan juga menjadi aspek penting penilaian.

Tim penilai mengatakan, Universitas Malahayati sudah cukup maksimal dari segala aspek yang dibutuhkan sebuah perpustakaan Perguruan Tinggi. Hanya tinggal menunggu hasil rapat penilaian akreditasi di pusat.

“Layoutnya bagus, penataan, kenyamanan, keamanan sudah cukup maksimal. Segala aspek mengenai instrumen perpustakaan juga sudah cukup maksimal. Namun, alangkah baiknya jika perpustakaan ini di gedung tersendiri. Mengingat luas Malahayati yang lebih dari 84 hektar,” ujar Nia.

Perpustakaan yang digunakan sejak 2012, ini memang terus berbenah baik dari segi manajemen dan fasilitas. Salah satunya dengan membuat perpustakaan terintegrasi dengan laboratorium, ruang teleconference, dan asrama.[]