Sejarah Perpustakaan Kerajaan Ashurbanipal

Dunia Perpustakaan | Perpustakaan Ashurbanipal ditemukan di pertengahan abad ke-19 oleh Austen Henry Layard di kota Mesopatamian Niniwe (Irak) dan kumpulan sekitar 25.000 tablet fragmen tanah liat,
Ashurbanipal adalah raja Asyur selama puncak prestasi militer dan budaya Asiria, tapi di luar ini ia adalah seorang kolektor teks yang mengirim ahli-ahli Taurat di seluruh Kekaisaran nya demi mencari tambahan untuk koleksi perpustakaan.

Perpustakaan itu sendiri adalah salah satu yang terbesar waktu itu dan berisi sekitar 1200 teks. Teks-teks ini termasuk prasasti kerajaan, kronik, teks mitologi dan agama, kontrak, hibah keputusan kerajaan, surat-surat kerajaan, pertanda, mantra, himne untuk berbagai dewa dan teks pada kedokteran, astronomi, dan sastra.

Beberapa sastra termasuk epik Gilgamesh, kidsh yang dibuat oleh Enuma Elis, mitos Adapa dan Manusia Miskin dari Nippur. Pada tahun 612 SM, Niniwe dihancurkan oleh aliansi Babilonia, Scythians dan Media dan istana dibakar, sehingga membuat tanah liat yang membungkus teks-teks itu ‘matang’.

Terkubur selama berabad-abad oleh penjajah, Perpustakaan Kerajaan Ashurbanipal memberikan banyak ahli informasi berharga tentang penduduk kuno Timur tengah.

Selain epik Gilgamesh salah satu teks yang paling penting yang ditemukan di situs adalah daftar yang hampir lengkap dari penguasa Timur Tengah kuno.

Sumber: seruu.com

Buku-buku Abad Ke-17 Di Ikat Menggunakan Kulit Manusia

“TIDAK Semua buku dibuat dengan kertas ataupun dengan kulit hewan di zaman dulu. Berdasarkan sejarah, ada juga buku yang ternyata diikat dengan menggunakan kulit manusia. Mengerikan bukan?

Meski terdengar sangat mengerikan dan menakutkan, akan tetapi buku abad ke-17 ini memang nyata dan diduga diikat menggunakan kulit manusia. Saat ini, sekelompok peneliti yang berasal dari dari University of Notre Dame sedang melakukan investigasi terhadap buku-buku tersebut.

Pada tahun yang lalu, beberapa pengajar di Harvard mengumumkan bahwa salah satu koleksi buku di perpustakaannya kemungkinan terbuat dari bahan kulit manusia. Para ilmuwan kemudian mengujinya dan satu demi satu fakta mengejutkan bermunculan.

Dikutip dari detikHOT yang melansir dari Buzzfeed, Rabu (17/6/2015), tim peneliti Notre Dame saat ini sedang mengirimkan sampel buku-buku tersebut ke salah satu kantor pemeriksa pemerintahan yang berlokasi di kota New York.

Dalam sebuah kliping koran, Christopher Columbus juga pernah mengatakan jika dirinya pernah memiliki buku miliknya yang diikat dengan pengikatnya yang berasal dari kulit kepala suku Moor. Akan tetapi, bukti lain ada yang memperlihatkan jika ternyata seorang kolektor Jerman juga mengaku pernah memiliki buku tersebut. Di kliping korannya disebutkan, “Secara khusus prasasti berbunyi ‘Sum Christophori Binderi’ atau Christophorus Binderus’.

Pihak universitas sendiri saat ini berspekulasi jika buku itu diperolehnya sekitar tahun 1916. Fakta yang lain juga terungkap juga muncul di kliping koran lainnya, “Buku itu terikat di kulit kepala suku Moor yang bermusuhan dan pernah menyiksa orang-orang Kristen di Spanyol.” Salah seorang tim peneliti bernama Donovan mengatakan jika pada abad ke-19, buku yang diikatkan menggunakan kulit manusia itu dianggap wajar dan lumrah dibuat.

“Mereka umumnya menggunakannya untuk mengikat buku-buku masalah kesehatan atau obat-obatan,” katanya lagi. Serem juga ya! Hiiiii…..”

Buku Terbesar di Dunia

“PERPUSTAKAAN New South Wales Australia menjadi satu-satunya perpustakaan yang menyimpan Buku Terbesar di Dunia

Jika ada buku terkecil di dunia, maka sebagai tandinganya ada juga buku terbesar di Dunia. Buku Terbesar di Dunia ini ternyata berbentuk atlas. Judul buku dari Atlas ini yaitu ‘The Earth Platinum’.

Buku terbesar di Dunia ini memiliki panjang buku sekitar 1,8 meter dengan ukuran lebar buku 2,7 meter. Ukuran tersebut diukur ketika buku terbesar di dunia tersebut pada posisi ketika buku terbuka.

Anda tentunya ingin tahu juga, seberapa berat buku atlas tersebut? Berat dari Buku terbesar di dunia ini memiliki bobot berat 150 kilogram. Bagaimana, anda ingin mencoba mengangkatnya?

Rencananya Buku Terbesar di Dunia ini akan di simpan dan dipamerkan di di Perpustakaan Negara Bagian New South Wales Australia untuk beberapa minggu sekitar empat minggu yang akan datang.

Buku Terbesar di Dunia ini nantinya merupakan koleksi dari perpustakaan  Mitchell Library. Buku Terbesar ini pada akhirnya juga akan dipajang di sebuah ruangan baca atau Reading Room yang ada di Mitchell Library.

Buku atlas sekaligus Buku Terbesar di Dunia tersebut ternyata tidak hanya satu saja, melainkan ada 31 eksemplar di dunia.

Penerbit yang berhasil menciptakan Buku Terbesar di Dunia ini bernama Millennium House yang berhasil mengerjakan mulai tahun 2012.

Nantinya, Perpustakaan New South Wales merupakan satu-satunya perpustakaan yang akan menyimpan Buku Terbesar di Dunia tersebut.

Gordon Cheers yang mewakili dari pihak penerbit Millennium House menyatakan jika penerbitnya membutuhkan waktu sekitar empat tahun untuk memproduksi buku terbesar di dunia tersebut.

“Tidak selalu mudah untuk mendapatkan skala planet kita, ini adalah hasil paling dekat yang bisa didapatkan dalam sebuah buku,” kata Gordon sebagaimana dilansir dari RadioAustralia.Net.au [19/5/15].

Untuk menciptakan dan memproduksi buku terbesar di dunia ini membutuhkan banyak pihak yang terlibat.

Sekitar lebih dari seratus kartografer internasional, ahli dan pakar geografi, serta para fotografer juga terlibat dalam produksi atlas sekaligus Buku Terbesar di Dunia tersebut.

Jumlah halaman dari Buku Terbesar di Dunia tersebut berjumlah 128 halaman ini. Dari total jumlah halaman tersebut ternyata 61 halaman berisi tentang peta dan 27 gambar yang merupakan gambar sekaligus lokasi-lokasi yang sangat terkenal di dunia, termasuk di dalamnya mengenai gambar St Peter Basilika dan Machu Picchu.

Selain itu, Banyak juga gambar yang dibuat yang didalamnya terdiri dari gabungan ribuan foto. Salah satu gambar yang ada di Buku terbesar di dunia tersebut yaitu gambar terbesar yang terdiri dari dua belas ribu foto.

 

Gubernur Lampung Ingin Bangun Perpustakaan Termegah di Indonesia

“Gubernur Lampung Ridho Ficardo kembali mengungkapkan keinginannya untuk membangun perpustakaan termegah di Indonesia. Menurut Gubernur, rencana itu  terinspirasi oleh perpustakaan termegah di Indonesia saat ini yang berada di Riau.

Dikutip dari teraslampung.com [10/12/15]. “Perpustakaan Riau itu dibangun dengan dana sekitar 60 miliar katanya, dan (hotel) Novotel dibangun sekitar Rp80 miliaran. Ini proyek mercusuar, tapi semoga kaya manfaat nantinya, kita bangun di Lampung dengan 100 Miliar, semegah Novotel,” kata  Ridho, saat menjadi pembicara kunci seminar yang digelar oleh Pascasarjana S3 IAIN bertema “Pendidikan Lampung Bermartabat” di Balroom Hotel Horison.

Untuk pendanaan, Ridho mengaku akan berusaha mencarinya. Menurutnya, jika proyek pembangunan perpustakaan termegah bisa  terwujud nantinya perpustakaan ini lengkap.

“Menjadi tempat kumpul para cendikiawan, dan dibuat sedemikan rupa termasuk cafe dan banyak fasilitas lainnya sehingga anak muda Lampung juga bisa tumbuh minat bacanya. Dana Rp 100 miliar itu, sekitar 70 miliar dana pembangunannya. 30 miliar untuk isinya, mulai dari buku, jurnal kita lengkapi, multimedianya, segala macamnya,” katanya.

Sembari memberi materi seminar, Gubernur sempat melobi Rektor IAIN Prof.Moh, Mukri. “Kalau dana bisa kita cari, 1 Triliun untuk infrastruktur saja bisa kita usahakan, 100 miliar nanti kita usahakan. Cuma lokasi yang masih belum ditentukan. Saya ingin di wilayah pendidikan dan mudah dijangkau, seperti di tanah milik IAIN dekat UBL dan Darmajaya itu,”kata Gubernur, disambut tawa Mukri.”

Layanan Referensi Untuk Pengguna Perpustakaan

“ISTILAH Referensi berkembang dari tujuan utama perpustakaan yaitu memberikan informasi. Karena informasi yang dimiliki sering kurang memenuhi kebutuhan pengguna, dalam hal ini perpustakaan mengarahkan pengguna lebih lanjut pada lembaga ataupun sumber lain yang lebih tepat, bahkan dapat bertindak lebih jauh hingga pustakawanlah yang membuat perjanjian dengan lembaga lain tersebut untuk memperoleh bahan-bahan yang dibutuhkan untuk kepentingan pena sipengguna.

Memasuki era informasi, layanan referensi memainkan peranan yang penting sebagai penunjuk jalan atau mediator antara pengguna dan sumber informasi maupun informasi itu sendiri. Melalui layanan referensi, perpustakaan dituntut untuk menggali , menelusuri keberadaan
informasi dari arah mana saja, menyuguhkan dalam format cetak atau non cetak sesuai dengan permintaan pengguna. Format yang diminta juga dapat berkisar dalam bentuk data bibliografi, catatan hingga ringkasan, laporan, ulasan maupun tabulasi.

Dalam melayani kebutuhan pengguna yang memiliki bermacam-macam segi kesadaran akan informasi, kebutuhan, maupun tingkat pengertian, perpustakaan diharapkan pula untuk dapat memberikan jasa referensi yang beraneka ragam, sesuai dengan tujuan dan kebutuhan masing-masing penggunanya. Layanan yang diberikan dapat bervariasi dari sekedar menjawab pertanyaan, mengarahkan ke sumber lain, menuntun cara menggunakan perpustakaan, penelusuran informasi bagi kepentingan pengguna baik atas permintaan ataupun inisiatif perpustakaan serta mengadakan kegiatan-kegiatan promosi untuk tujuan penjangkauan masyarakat pengguna yang lebih luas.

Dengan dukungan fasilitas yang tersedia, hubungan dengan pihak-pihak lain yang berkaitan serta seluruh koleksi perpustakaan, jenis-jenis layanan referensi diatas dapat dilaksanakan secara baik dan komprehensif oleh suatu unit layanan referensi secara keseluruhan atau secara sendiri-sendiri.”

Display Koleksi Buku Cetak ”Pencegahan dan Penanggulangan Keracunan Bahan Kimia Berbahaya”

ADA buku kesehatan baru, dengan judul ”Pencegahan dan Penanggulangan Keracunan Bahan Kimia Berbahaya” karangan Koes Irianto tersedia di UPT. Perpustakaan Universitas Malahayati? Selamat Membaca…

Perpustakaan, Haruskah Memiliki Tujuan Layanan Sirkulasi?

“SIRKULASI adalah salah satu layanan yang ada dalam sebuah perpustakaan disediakan untuk mengantisipasi pemakai yang menginginkan untuk membaca bahan pustaka yang diminati di rumah karena tidak semua pengguna perpustakaan suka atau memiliki waktu untuk membaca di perpustakaan. Selain untuk memfasilitasi pemakai yang membutuhkan bahan pustaka untuk dibaca di rumah, layanan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kegunaan bahan pustaka secara optimal.

Tujuan layanan sirkulasi adalah:

a. Supaya pemakai dapat memanfaatkan koleksi secara optimal.

b. Anggota yang meminjam koleksi tertentu dan waktu pengembaliannya dapat diketahui. dan      memudahkan penelusuran bahan pustaka tersebut bila dibutuhkan oleh pengguna lainnya.

c. Terjaganya keamanan bahan pustaka. Meski sedang dipinjam, tetapi dapat diketahui siapa yang    meminjam dan kapan batas waktu pengembalian.

d. Mengidentifikasi tingkat penggunaan koleksi yang dimiliki perpustakaan.

Terdapat berbagai macam sistem sirkulasi yang dapat diterapkan di perpustakaan besar maupun kecil. Banyaknya sistem tersebut menunjukan adanya dinamika dan perkembangan sistem sirkulasi itu sendiri. Dari waktu ke waktu sistem sirkulasi diperbaiki untuk menjawab layanan perpustakaan yang lebih efisien dengan tetap memperhatikan aspek tertib administrasi layanan. Adapun beberapa sistem sirkulasi tersebut antara lain sebagai berikut:

1.Sistem buku/ kartu besar

2.Sistem sulih

3.Sistem formulir tak berkarbon/NCR (No Required Carbon)

4.Sistem BIC (Book Issue card)

5.Sistem ’token charging’

6.Sistem Browne

7.Sistem Islington (variasi Browne)

8.Sistem Newark

9.Sistem kartu tebuk

10.Sistem Terkomputerisasi

Untuk memudahkan kegiatan pada bagian sirkulasi, perlu dibuat buku petunjuk sebagai pedoman bagi petugas bagian sirkulasi dan anggota perpustakaan yang hendak meminjam bahan pustaka. Buku petunjuk tersebut hendaknya memuat keterangan-keterangan sbb:

Peraturan penggunaan bahan pustaka
Jenis-jenis bahan pustaka yang boleh dipinjam.
Keterangan mengenai tanda/ kode koleksi.
Jangka waktu peminjaman, besaran denda bila terlambat dalam mengembalikan pengembalian dan sanksi.
Prosedur peminjaman.

Ini tatacara pengolahan Bahan Pustaka untuk disajikan pada pengguna perpustakaan

“Bahan pustaka sebelum disajikan dirak perpustakaan wajib diolah dengan tatacara dan panduan yang sesuai dengan ilmu kepustakaan agar proses temu kembali informasi nantinya berjalan lancar dan terwujud tertib administrasi yang baik. Dalam pelaksanaannya, proses pengolahan bahan pustaka ini dapat berbeda-beda urutan kegiatan atau alur prosesnya antara perpustakaan satu dengan yang lainnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan budaya kerja, sumber daya manusia, dan sarana prasarana dalam proses pengolahan. Namun demikian, ada empat kegiatan pokok dalam pengolahan bahan pustaka yaitu:

  • Inventarisasi
  • Klasifikasi
  • Katalogisasi
  • Shelving.

Add.

1. Inventarisasi

Inventarisasi merupakan kegiatan pencatatan bahan pustaka yang telah diputuskan menjadi milik perpustakaan. Pencatatan ini penting agar pengelola perpustakaan maupun orang yang berkepentingan dengan perpustakaan mengetahui jumlah koleksi yang dimiliki, rekam jejak dari pengadaan koleksi tersebut, dan agar tertib administrasi. Beberapa kegiatan atau pekerjaan dalam inventarisasi adalah sebagai berikut:

Pemeriksaan. Pemeriksaan bahan pustaka dapat dimulai dari memeriksa kondisi bentuk fisiknya apakah baik atau cacat, kesesuaian antara jumlah judul dan eksemplar yang dipesan dengan yang diterima, serta kelengkapan isinya apakah ada halaman yang kosong dan apakah kualitas pencetakannya sudah sesuai.
Pengelompokkan. Pengelompokkan dilakukan dengan mengelompokkan bahan pustaka yang telah diperiksa tadi ke dalam bidang-bidang umum, misalnya dikelompokkan berdasarkan judul. Hal ini bertujuan agar memudahkan pekerjaan selanjutnya, seperti penelusuran sementara ataupun pengontrolan.
Pengecapan. Pengecapan stempel kepemilikan dan stempel inventaris dilakukan atas bahan pustaka yang dikelompokkan tadi, pada halaman atau bagian tertentu dari bahan pustaka tersebut. Pada umumnya, minimal tiga cap kepemilikan dibubuhkan pada setiap bahan pustaka. Misalnya pada halaman judul, halaman tertentu di tengah-tengah (contohnya dicap di halaman 10 atau 30 pada bahan pustaka), dan halaman terakhir. Sedangkan, satu cap inventaris dibubuhkan pada setiap halaman judul.
Pencatatan. Semua bahan pustaka yang masuk ke perpustakaan atau yang telah diputuskan menjadi milik perpustakaan harus dicatat pada buku, baik itu buku induk atau langsung dicatat di komputer. Pencatatan ini dapat dipisahkan menurut jenis bahan informasinya. Sebagai contoh, inventaris buku paket, buku fiksi/non fiksi, majalah, CD, referensi, jurnal, peta/atlas, dan sebagainya. Informasi-informasi pada bahan pustaka yang harus dicatat pada buku induk atau komputer minimal terdiri dari nomor urut, tanggal pencatatan, nomor inventaris, asal bahan pustaka, pengarang, judul, impresum, dan keterangan tambahan.

2. Klasifikasi
Klasifikasi adalah penggolongan atau pengelompokkan buku berdasarkan subyek atau isi bahan pustaka yang bersangkutan. Dengan dasar ini maka bahan pustaka yang subyeknya sama akan berdekatan atau berada pada rak yang sama apapun bentuk bahan pustaka tersebut (Yusuf dan Suhendra, 2005:40). Dengan demikian, klasifikasi ini berguna untuk mempermudah pengguna maupun pustakawan dalam penelusuran informasi atau pencarian bahan pustaka di rak.

Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan di perpustakaan adalah sistem klasifikasi persepuluhan DDC (Dewey Decimal Classification). Sistem ini mengelompokkan bahan pustaka berdasarkan subyek dengan notasi angka persepuluhan. Pengelompokkan pertama disebut kelas utama dengan 10 kelompok (000-900). Kemudian, masing-masing kelompok pada kelas utama ini dibagi lagi menjadi subyek yang lebih kecil yang disebut divisi (000-990). Dari subyek yang kecil ini, dibagi lagi menjadi subyek yang lebih kecil yang disebut subdivisi (000-999). Subdivisi ini dapat dibagi lagi menjadi pembagian yang lebih rinci yang disebut bagan lengkap.

3. Katalogisasi
Katalogisasi adalah proses pembuatan daftar pustaka (buku, majalah, CD, film mikro dan sebagainya) milik suatu perpustakaan. Daftar ini berfungsi untuk mencatat koleksi yang dimiliki, membantu proses temu kembali, dan mengembangkan standar-standar bibliografi internasional (Lasa Hs, 2007:129). Bentuk daftar pustaka ini bermacam-macam, seperti katalog cetakan, katalog berkas, katalog kartu, maupun katalog elektronik yang lazim disebut sebagai OPAC (Online Public Acces Catalog). Masing-masing bentuk katalog ini memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan untuk efisiensi efektivitas proses temu kembali, sebaiknya bentuk katalog pada perpustakaan sekolah menggunakan katalog elektronik (OPAC). Perangkat lunak untuk katalogisasi dalam bentuk elektronik bermacam-macam dan tiap perangkat lunak memiliki kelebihan dan kekurangannya. Sesuai dengan kemampuan perpustakaan pada umumnya, disarankan menggunakan perangkat lunak WINISIS yang dikembangkan oleh UNESCO atau perangkat lunak SLiMS yang dikembangkan oleh Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Kelebihan kedua perangkat lunak tersebut antara lain adalah tersedia secara gratis di internet dan tidak membutuhkan spesifikasi komputer yang berat/canggih. Selain itu, kedua perangkat lunak tersebut terbukti reliabel telah digunakan oleh banyak perpustakaan-perpustakaan di Indonesia.

4. Shelving
Shelving adalah kegiatan penjajaran koleksi ke dalam rak/tempat koleksi berdasarkan sistem tertentu. Kegiatan ini merupakan langkah terakhir dari proses pengolahan bahan pustaka. Tujuannya agar koleksi dapat ditemukan dengan mudah dan dapat dikenali oleh pengguna atau pustakawan.

Sistem penjajaran koleksi ke dalam rak ada dua macam:
1. Berdasarkan jenis, yaitu disusun berdasarkan jenis koleksi dalam bidang apapun dijadikan satu         susunan. Sistem ini cocok untuk penjajaran koleksi referensi.
2. Berdasarkan sandi pustaka atau call number, yaitu disusun berdasarkan urutan nomor kelas sesuai dengan tata susunan koleksi. Sistem ini cocok untuk penjajaran koleksi buku teks.

Dalam penjajaran buku ini perlu diperhatikan hal-hal berikut: (1) rak tidak diisi penuh untuk memudahkan penambahan dan pergeseran, (2) digunakan standar buku, (3) buku tidak disusun berlapis atau ditumpuk, (4) rak hendaknya mudah dipindahkan, (5) dan desain rak hendaknya disesuaikan agar sirkulasi udara baik (Lasa Hs, 2007:156).”

Ini Tatacara Pengolahan Bahan Pustaka Sebelum disajikan pada Pengguna Perpustakaan

Bahan pustaka sebelum disajikan dirak perpustakaan wajib diolah dengan tatacara dan panduan yang sesuai dengan ilmu kepustakaan agar proses temu kembali informasi nantinya berjalan lancar dan terwujud tertib administrasi yang baik. Dalam pelaksanaannya, proses pengolahan bahan pustaka ini dapat berbeda-beda urutan kegiatan atau alur prosesnya antara perpustakaan satu dengan yang lainnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan budaya kerja, sumber daya manusia, dan sarana prasarana dalam proses pengolahan. Namun demikian, ada empat kegiatan pokok dalam pengolahan bahan pustaka yaitu:

 

Inventarisasi

Klasifikasi

Katalogisasi

Shelving.

 

1. Inventarisasi

 

Inventarisasi merupakan kegiatan pencatatan bahan pustaka yang telah diputuskan menjadi milik perpustakaan. Pencatatan ini penting agar pengelola perpustakaan maupun orang yang berkepentingan dengan perpustakaan mengetahui jumlah koleksi yang dimiliki, rekam jejak dari pengadaan koleksi tersebut, dan agar tertib administrasi. Beberapa kegiatan atau pekerjaan dalam inventarisasi adalah sebagai berikut:

 

Pemeriksaan. Pemeriksaan bahan pustaka dapat dimulai dari memeriksa kondisi bentuk fisiknya apakah baik atau cacat, kesesuaian antara jumlah judul dan eksemplar yang dipesan dengan yang diterima, serta kelengkapan isinya apakah ada halaman yang kosong dan apakah kualitas pencetakannya sudah sesuai.

Pengelompokkan. Pengelompokkan dilakukan dengan mengelompokkan bahan pustaka yang telah diperiksa tadi ke dalam bidang-bidang umum, misalnya dikelompokkan berdasarkan judul. Hal ini bertujuan agar memudahkan pekerjaan selanjutnya, seperti penelusuran sementara ataupun pengontrolan.

Pengecapan. Pengecapan stempel kepemilikan dan stempel inventaris dilakukan atas bahan pustaka yang dikelompokkan tadi, pada halaman atau bagian tertentu dari bahan pustaka tersebut. Pada umumnya, minimal tiga cap kepemilikan dibubuhkan pada setiap bahan pustaka. Misalnya pada halaman judul, halaman tertentu di tengah-tengah (contohnya dicap di halaman 10 atau 30 pada bahan pustaka), dan halaman terakhir. Sedangkan, satu cap inventaris dibubuhkan pada setiap halaman judul.

Pencatatan. Semua bahan pustaka yang masuk ke perpustakaan atau yang telah diputuskan menjadi milik perpustakaan harus dicatat pada buku, baik itu buku induk atau langsung dicatat di komputer. Pencatatan ini dapat dipisahkan menurut jenis bahan informasinya. Sebagai contoh, inventaris buku paket, buku fiksi/non fiksi, majalah, CD, referensi, jurnal, peta/atlas, dan sebagainya. Informasi-informasi pada bahan pustaka yang harus dicatat pada buku induk atau komputer minimal terdiri dari nomor urut, tanggal pencatatan, nomor inventaris, asal bahan pustaka, pengarang, judul, impresum, dan keterangan tambahan.

 

2. Klasifikasi

Klasifikasi adalah penggolongan atau pengelompokkan buku berdasarkan subyek atau isi bahan pustaka yang bersangkutan. Dengan dasar ini maka bahan pustaka yang subyeknya sama akan berdekatan atau berada pada rak yang sama apapun bentuk bahan pustaka tersebut (Yusuf dan Suhendra, 2005:40). Dengan demikian, klasifikasi ini berguna untuk mempermudah pengguna maupun pustakawan dalam penelusuran informasi atau pencarian bahan pustaka di rak.

 

Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan di perpustakaan adalah sistem klasifikasi persepuluhan DDC (<em>Dewey Decimal Classification</em>). Sistem ini mengelompokkan bahan pustaka berdasarkan subyek dengan notasi angka persepuluhan. Pengelompokkan pertama disebut kelas utama dengan 10 kelompok (000-900). Kemudian, masing-masing kelompok pada kelas utama ini dibagi lagi menjadi subyek yang lebih kecil yang disebut divisi (000-990). Dari subyek yang kecil ini, dibagi lagi menjadi subyek yang lebih kecil yang disebut subdivisi (000-999). Subdivisi ini dapat dibagi lagi menjadi pembagian yang lebih rinci yang disebut bagan lengkap.

 

3. Katalogisasi

Katalogisasi adalah proses pembuatan daftar pustaka (buku, majalah, CD, film mikro dan sebagainya) milik suatu perpustakaan. Daftar ini berfungsi untuk mencatat koleksi yang dimiliki, membantu proses temu kembali, dan mengembangkan standar-standar bibliografi internasional (Lasa Hs, 2007:129). Bentuk daftar pustaka ini bermacam-macam, seperti katalog cetakan, katalog berkas, katalog kartu, maupun katalog elektronik yang lazim disebut sebagai OPAC (<em>Online Public Acces Catalog</em>). Masing-masing bentuk katalog ini memiliki kelebihan dan kekurangannya.

 

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan untuk efisiensi efektivitas proses temu kembali, sebaiknya bentuk katalog pada perpustakaan sekolah menggunakan katalog elektronik (OPAC). Perangkat lunak untuk katalogisasi dalam bentuk elektronik bermacam-macam dan tiap perangkat lunak memiliki kelebihan dan kekurangannya. Sesuai dengan kemampuan perpustakaan pada umumnya, disarankan menggunakan perangkat lunak WINISIS yang dikembangkan oleh UNESCO atau perangkat lunak SLiMS yang dikembangkan oleh Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Kelebihan kedua perangkat lunak tersebut antara lain adalah tersedia secara gratis di internet dan tidak membutuhkan spesifikasi komputer yang berat/canggih. Selain itu, kedua perangkat lunak tersebut terbukti reliabel telah digunakan oleh banyak perpustakaan-perpustakaan di Indonesia.

 

4. Shelving

Shelving adalah kegiatan penjajaran koleksi ke dalam rak/tempat koleksi berdasarkan sistem tertentu. Kegiatan ini merupakan langkah terakhir dari proses pengolahan bahan pustaka. Tujuannya agar koleksi dapat ditemukan dengan mudah dan dapat dikenali oleh pengguna atau pustakawan.

 

Sistem penjajaran koleksi ke dalam rak ada dua macam:

1. Berdasarkan jenis, yaitu disusun berdasarkan jenis koleksi dalam bidang apapun dijadikan satu         susunan. Sistem ini cocok untuk penjajaran koleksi referensi.

2. Berdasarkan sandi pustaka atau <em>call number</em>, yaitu disusun berdasarkan urutan nomor kelas sesuai dengan tata susunan koleksi. Sistem ini cocok untuk penjajaran koleksi buku teks.

 

Dalam penjajaran buku ini perlu diperhatikan hal-hal berikut: (1) rak tidak diisi penuh untuk memudahkan penambahan dan pergeseran, (2) digunakan standar buku, (3) buku tidak disusun berlapis atau ditumpuk, (4) rak hendaknya mudah dipindahkan, (5) dan desain rak hendaknya disesuaikan agar sirkulasi udara baik (Lasa Hs, 2007:156).